Belajar mengaji dalam keseharian
Diusia tiga tahun ini, kami berusaha menumbuhkan kecintaan shafyna dengan mengaji. Setiap magrib atau habis isya biasanya saya menawarkan shafyna untuk ngaji bersama. Namun kadang shafyna mau, kadang tidak mau. Bagi saya tidak mengapa karena point di usia dini adalah menumbuhkan minat, cinta dan suka khususnya terhadap mengaji. Saat shafyna tidak mau maka saya yang akan mengaji didepannya, kadang shafyna asyik sendiri dengan permainannya, tapi biasanya saat saya mengaji tidak lama shafyna akhirnya minta juga ikut mengaji. Berapa lamanya waktunya mengaji, mau ngaji huruf hijaiyah atau hafalan doa sehari hari atau doa pendek itu masih sesukanya shafyna.
Kemarin ada momen saya dan shafyna mau mengaji. Yuk ngaji shafyna, pinta saya. Shafyna tiba-tiba tidak seperti biasanya berceloteh dengan muka sendu, mamah...mamah kalau shafyna ga ngaji nanti Allah malah (marah) gimana mah? saya menjawab, bukan marah tapi kalau shafyna ngaji Allah tambah sayang. Tapi ternyata shafyna masih ga puas dengan jawaban saya, masih berlanjut dengan pertanyaan yang kurang lebih sama. Shafyna berceloteh nanti kalau shafyna ga ngaji, nanti Allah ga mau gimana? saya jawab, ya ngaji dulu supaya Allah sayang. Akhirnya shafyna cukup puas mengemukakan perasaannya dan cukup puas dengan respon saya, dengan ekspresi lucu dan cadelnya shafyna mulai membaca surat alfatihah hingga selesai.
Hal yang paling berkesan yang terngiang-ngiang dibatin dan hati saya adalah pesan shafyna buat saya khususnya untuk selalu rajin membaca ayatNya, Allah menunjukkan dan mengingatkan kembali lewat shafyna pada saya untuk rajin mengaji, orang tua harus lebih rajin mengaji sebagai tauladan bagi anak-anaknya. Dalam hati saya, Seorang anak balita saja sudah memliki rasa takut dengan Rabb Nya. Bagaimana saya sebagai orang dewasa? Masih terngiang-ngiang di telinga dan hati saya celoteh shafyna takut kalau ga ngaji nanti Allah malah, nanti Allah ga mau sama shafyna. Tidak hanya shafyna yang belajar tapi orang tuapun juga belajar dari anak.
Hal yang paling berkesan yang terngiang-ngiang dibatin dan hati saya adalah pesan shafyna buat saya khususnya untuk selalu rajin membaca ayatNya, Allah menunjukkan dan mengingatkan kembali lewat shafyna pada saya untuk rajin mengaji, orang tua harus lebih rajin mengaji sebagai tauladan bagi anak-anaknya. Dalam hati saya, Seorang anak balita saja sudah memliki rasa takut dengan Rabb Nya. Bagaimana saya sebagai orang dewasa? Masih terngiang-ngiang di telinga dan hati saya celoteh shafyna takut kalau ga ngaji nanti Allah malah, nanti Allah ga mau sama shafyna. Tidak hanya shafyna yang belajar tapi orang tuapun juga belajar dari anak.
Bagaimana menumbuhkan cinta mengaji pada anak
pengalaman bersama shafyna dalam keseharian.
1. lingkungan keluarga yang suka dan cinta mengaji
Terus terang saya sangat salut pada ibu mertua yang usianya sudah 70 tahunan tapi sangat cinta mengaji. Setiap akhir pekan biasanya saya, suami dan shafyna mengunjungi beliau. saat dirumah beliau setiap sebelum subuh mengaji, setelah dzuhur, magrib mengaji, hampir lima waktu saya perhatikan selalu mengaji. Tauladan dan contoh yang luar biasa bagi saya khususnya dan anak saya. Namun yang palin terasa adalah setelah magrib dimana hampir seluruh keluarga harus mengaji. bila magrib ini juga kurang lebih saya rasakan juga di rumah keluarga jakarta tempat ibu kandung saya alunan ayat suci terdengar mengalun.
2. Rajin memberi contoh
Dengan kita sering mengaji terutama dihadapan anak, anak terutama usia dini pasti akan ikut mencoba minimal memegang al quran, lalu kemudian perlahan akan melantukan ayat-ayatNya. Ibu dan bapak adalh tauladan yang pertama dan utama.
Dengan menulis bukan berarti saya sempurna dalam rajin mengaji dan tak luput, namun saya juga masih terus belajar dan berusaha untuk konsisten mengaji dari segi waktu. Semoga Allah membimbing hati ini untuk selalu membaca ayat-ayatNya, mengingatNya dan berjalan dijalanNya.
Komentar
Posting Komentar